Masih inget dengan postingan gw (udah lama bener) ttg my addict yg doyan nyiumin ketek n badannya suami gw, ternyata itu ilmiah lho.... jadi manusia itu mengeluarkan bau khas. makanya bagaimana sang anak tau yg mana ibunya, biasanya dari bau sang ibu. dan yg gw alami adalah sama.
zat kimia yg menimbulkan bau ini dinamakan feromon. yg gw tau feromon ada pada binatang, banyak terdapat pada serangga (uler juga punya lho) dan biasanya untuk menarik perhatian lawan jenisnya. jadi kalo lagi musim kawin, mereka sengaja mengeluarkan feromon ini untuk mencari pasangan. dan ini juga terjadi pada manusia.
tapi gimana ya kalo orangnya bau? kalo menurut gw bukan itu feromonnya... kalo itu memang keringetnya yg bau...hehehehe...
buat gw, bau khas suami gw itu lebih kaya buat terapi. kaya nenangin gw. tapi kadang2 juga bisa membuat 'hasrat' hihihihi...walaupun dia pake minyak wangi beda2, bau yg sama tetep bisa gw cium. ya, mungkin itu bau khasnya dia.
nih gw dapet infonya diwikipedia ttg si 'feromon' ini... mungkin dengan feromon bisa jadi alternatif untuk mencari pasangan hidup? atau cara baru sebagai identitas diri, siapa tau....
*****
Feromon adalah sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina[1].
Zat ini berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies).
Feromon, berasal dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’.
Feromon Pada Manusia
Feromon pada manusia merupakan sinyal kimia yang berada di udara yang tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan tapi hanya bisa dirasakan oleh VMO di dalam hidung/indra pencium. Sinyal ini dihasilkan oleh jaringan kulit khusus yang terkonsentrasi di dalam lengan. Sinyal feromon ini diterima oleh VMO dan dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis.
Feromon Pada Siklus HaidPada tahun 1998 McClintock bersama rekannya Kathleen Stern mempublikasikan kembali hasil penelitiannya di jurnal Nature. Kali ini mereka menyatakan ada dua jenis feromon yang secara spesifik berpengaruh pada kesamaan siklus haid.
Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase, yakni menses, pra-ovulasi dan luteal alias pasca ovulasi. Salah satu dari feromon dihasilkan oleh perempuan pada fase pra-ovulasi dari siklusnya dan mempercepat ovulasi di fase berikut.
Feromon lain dipancarkan pada saat ovulasi berlangsung. Sinyal ini memiliki efek memperlambat siklus. Hasil akhirnya adalah berupa siklus sejumlah perempuan yang tinggal saling berdekatan.
Jatuh Cinta: Dari Hidung turun ke hati
Fenomena feromon sebagai bentuk komunikasi ini lama-lama mulai dicoba diterapkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terutama sejak ditemukan bahwa feromon juga dihasilkan kelenjar dalam tubuh manusia. Dan yang penting, bisa mempengaruhi hormon-hormon dalam tubuh (terutama otak) manusia lainnya. Contoh paling mudah adalah "bau badan".
Lepas dari jenis bau badan menyengat hingga bikin orang lain menjauh, setiap manusia punya bau yang khas dan menjadi ciri dirinya. Oleh para ahli dianalogikan bahwa bau badan itu seperti sidik jari. Jadi, kita masing-masing punya bau yang unik dan sangat berbeda dengan manusia lainnya. Dengan demikian feromon yang dihasilkan manusia, di masa depan bisa jadi salah satu identitas diri.
Feromon pada manusia ternyata juga berfungsi sebagai daya tarik seksual. Para ahli kimia dari Huddinge University Hospital di Swedia malah mengklaim bahwa feromon juga punya andil dalam menghasilkan perasaan suka, naksir, cinta, bahkan gairah seksual seorang manusia pada manusia lainnya.
Ini mereka buktikan saat melakukan penelitian terhadap reaksi otak 12 pasang pria-wanita sehabis mencium bau senyawa sintetik mirip feromon. Bebauan tersebut langsung bereaksi terhadap hormon estrogen (pada wanita) dan hormon testoteron (pria).
Jadi, ketertarikan manusia pada manusia lain, baik itu berupa hubungan cinta, gairah seksual, maupun dalam memilih teman, juga didasari pada bau feromon yang dihasilkan manusia.
Unsur Kimia Tubuh Lain Ikut Berperan
Seperti yang tertulis di majalah National Geographic Indonesia, edisi Februari 2006, hasil penelitian Helen Fisher dan kawan-kawan, ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan merangsang bagian ventral tegmental dan caudate nucleus di otak menyala. Dalam dosis yang tepat, dopamin menciptakan kekuatan, kegembiraan, perhatian yang terpusat, serta dorongan yang kuat untuk memberikan imbalan. Itulah sebabnya jatuh cinta dapat membuat makan tak enak, tidur tak nyenyak.
Peneliti-peneliti lain menunjukkan bahwa gangguan kimiawi tubuh memang terbukti ketika seseorang jatuh cinta. Misalnya didapatkan bahwa kadar serotonin orang yang terobsesi dan kekasihnya 40 persen lebih rendah dari kadar serotonin orang normal.
Kakek-nenek dapat hidup rukun sampai mereka berusia lanjut juga karena senyawa kimia. Namanya oksitosin. Menurut penelitian, kesetiaan pada pasangan berhubungan dengan kadar oksitosin yang tinggi. Kadar oksitosin ini dapat ditingkatkan dengan cara masing-masing dari pasangan yang berusaha saling menyayangi, walau kadang pasangannya menjengkelkan. Itu barangkali inti nasihat orang tua, ”cinta tumbuh karena biasa”.
source: http://id.wikipedia.org/wiki/Feromon
0 komentar:
Post a Comment